Berita

Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya

Apa Perbedaan antara Kemiskinan dan Kemiskinan Ekstrem?

February 01, 2024

Bapak Walikota Surabaya melalui berbagai program dan inovasi pengentasan kemiskinan seperti Padat Karya dan e-Peken, menargetkan angka kemiskinan di Kota Surabaya turun menjadi kurang lebih 2% pada tahun 2024. Lebih lanjut, Cak Eri, sapaan akrabnya, menargetkan zero kemiskinan ekstrem alias tidak ada lagi penduduk miskin ekstrem di Kota Surabaya.

Nah, Dulur Pembangunan mungkin bertanya, apa perbedaan antara kemiskinan dan kemiskinan ekstrem?

Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan penduduk dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, bisa disimpulkan bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan

Lalu, apa yang dimaksud dengan Garis Kemiskinan?

Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Kemudian, berapa garis kemiskinan di Kota Surabaya?

Untuk tahun 2023, garis kemiskinan Kota Surabaya adalah sebesar Rp. 718.370,-

Lantas, bagaimanakah definisi dari kemiskinan ekstrem? Apa yang membedakannya dengan kemiskinan umum?

Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tetapi juga akses pada layanan sosial. Berdasarkan Bank Dunia, penduduk miskin ekstrem adalah penduduk yang memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup seharihari tidak lebih dari USD 1,9 PPP (Purchasing Power Parity), atau setara dengan Rp10.739/orang/hari atau Rp322.170/orang/bulan.

Dengan kata lain, penduduk miskin ekstrem mempunyai pengeluaran lebih rendah dari penduduk miskin umum. Penduduk miskin umum memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di Kota Surabaya tidak lebih dari Rp. 718.370,-, sedangkan penduduk miskin ekstrem mempunyai pengeluaran per orang per bulan tidak lebih dari Rp. 322.170,-.