Bapak Walikota Surabaya melalui berbagai program dan inovasi pengentasan
kemiskinan seperti Padat Karya dan e-Peken, menargetkan angka kemiskinan di Kota
Surabaya turun menjadi kurang lebih 2% pada tahun 2024. Lebih lanjut, Cak Eri, sapaan
akrabnya, menargetkan zero kemiskinan ekstrem alias tidak ada lagi penduduk miskin
ekstrem di Kota Surabaya.
Nah, Dulur Pembangunan mungkin bertanya, apa perbedaan antara kemiskinan
dan kemiskinan ekstrem?
Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep
kemampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs approach).
Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan penduduk dari
sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang
diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, bisa disimpulkan bahwa penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis
kemiskinan
Lalu, apa yang dimaksud dengan Garis Kemiskinan?
Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai
penduduk miskin.
Kemudian, berapa garis kemiskinan di Kota Surabaya?
Untuk tahun 2023, garis kemiskinan Kota Surabaya adalah sebesar Rp. 718.370,-
Lantas, bagaimanakah definisi dari kemiskinan ekstrem? Apa yang
membedakannya dengan kemiskinan umum?
Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, kemiskinan
ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu
kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal,
pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tetapi juga
akses pada layanan sosial. Berdasarkan Bank Dunia, penduduk miskin ekstrem adalah
penduduk yang memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup seharihari tidak
lebih dari USD 1,9 PPP (Purchasing Power Parity), atau setara dengan
Rp10.739/orang/hari atau Rp322.170/orang/bulan.
Dengan kata lain, penduduk miskin ekstrem mempunyai pengeluaran lebih rendah dari penduduk miskin umum. Penduduk miskin umum memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di Kota Surabaya tidak lebih dari Rp. 718.370,-, sedangkan penduduk miskin ekstrem mempunyai pengeluaran per orang per bulan tidak lebih dari Rp. 322.170,-.